Selamat Membaca! :)

Peradilan Nasional


Lembaga peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan Negara yang ditetapkan dengan undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa selain peradilan Negara, tidak dibolehkan ada peradilan-peradilan yang bukan dilakukan oleh badan peradilan Negara (Pasal 3 UU No.4 Tahun 2004).
Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap putusan pengadilan menghasilkan putusan akhir. Dalam hal ini, setiap putusan akhir pengadilan harus dapat diterima dan dilaksanakan untuk memberii kekuatan pelaksanaan putusan (Pasal 4 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004).
Proses pengadilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Peradilan sederhana adalah sederhana peraturannya, sederhana untuk dipahami, dan tidak berbelit-belit. Cepat berarti tidak berlarut-larut proses penyelesaiannya. Peradilan dengan biaya ringan tidak membebankan kepada pihak-pihak yang bersengketa/berperkara (Pasal 4, ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004).
Pengadilan mengadili menurut hukum tanpa membedakan status seseorang. Di depan hukum, semua orang adalah sama (equality before the law). Pengadilan tidak hanya mengadili berdasarkan undang-undang, tetapi mengadili menurut hukum. Kekuasaan ini memberi kebebasan lebih besar kepada hakim (Pasal 5 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004).
Kebebasan kehakiman, bersikap menunggu (pasif). Dengan kata lain, apabila tidak ada perkara diajukan kepada hakim, hakim bersifat menunggu adanya atau diajukannya sebuah perkara (Pasal 6 UU No. 4 Tahun 2004).
Pengadilan tiak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan alas an bahwa hukumnya tidak jelas atau kurang jelas. Dengan kata lain, suatu perkara yang undang-undangnya tidak lengkap atau tidak ada, pengadilan wajib menemukan hukumnya dengan jalan menafsirkan, menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal 16 UU No. 4 Tahun 2004).
Semua pengadilan memeriksa dan memutus perkara dengan majelis yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga orang. Tujuan ketentuan tersebut adal untuk lebih menjamin rasa keadilan. Asas keadilan ini tidak menutup kemungkinan untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang dilakukan oleh hakim tunggal (Pasal 17 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004).
     Para pihak yang bersangkutan (sengketa) atau terdakwa mempunyai hak ingkar (recusatie) terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar adalah hak seorang yang diadili untuk menunjukan keberatan-keberatanya yang disertai dengan alasan-alasan terhadap seorang hakim yang akn atau sedang mengadili perkaranya (Pasal 29 ayat 1 dan 2 UU No.4 tahun 2004).
      Jika seorang hakim masih terikat hubungan sedarah sampai derajat ke yiga atau semenda (Hubungan keluarga akibat perkawinan) dengan ketua, dalah seorang anggota hakim, jaksa, atau penasehat hukum panitrera dalam suatu perkara tertentu wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara tersebut (Pasal 29 ayat 3dan4 UU No.4 tahun 2004)
Semua putusanhakim harus disertai alsan-alasan putusan. Putusan pengadilan harus objektif dan berwibawa. Oleh karena itu harus disertai alasan-alasan putusan atau prtimbangan mengapa hakim sampe ada putusanya.
       Dalam rangka menjaga kehormatan . Keluhuran martabat serta perilaku hakim agung , pengawasan dilakukan oleh komisai yudisial yang mengatur dalam undang-undang.
       Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh makamah agung. Badan peradilan yang berada di bawah pengadilan Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan Pengadilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi. Berikut adalah bagn mengenai badan peradilan di bawah Mahkamah Agung.